Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pencemaran Nama Baik Dalam Kuhp Dan Uu Ite Nomor 19 Tahun 2016

Maraknya laporan masalah pencemaran nama baik akhir-akhir ini, menjadi catatan tersendiri bagi pegawanegeri penegak hukum. Hal ini mengindikasikan bahwa, pertama masyarakat sudah mulai melek hukum.

Artinya masyarakat tidak lagi melaksanakan suatu tindakan main hakim sendiri, atau membalas sebuah pencemaran nama baik dengan tindakan yang sama, namun dengan melaporkannya, dan membiarkan aturan berjalan dengan semestinya. 
araknya laporan masalah pencemaran nama baik selesai Pencemaran Nama Baik dalam kitab undang-undang hukum pidana dan UU ITE Nomor 19 Tahun 2016

Kedua, imbas dari kemajuan teknologi dan informasi dan pesatnya perkembangan media umum yang sekarang sudah menjadi jati diri kedua para penggunanya, yang mana para penggunanya masih kurang bijak dalam bermedia sosial.

Medsos mempunyai fitur-fitur yang sanggup mempersembahkan kegampangan dalam berkomunikasi dan bertukar informasi, membuat media umum menjadi kawasan menyebarkan banyak sekali macam jenis informasi.

Pencemaran Nama Baik dalam KUHP


Update status, sharing tautan portal diberita online, messenger, hingga komunikasi secara audio/ visual sanggup dilakukan dengan media sosial.

Sebut saja facebook, twitter, instagram, line, whatsapp, linkdin, pinterest, dan lain sebagainya, sudah begitu bersahabat dan lekat dihati para penggunanya. 

Indonesia yang ialah salah satu negara pengguna media umum terbesar didunia, yakni peringkat empat terbesar setalah US, India, dan Brazil sebagai pengguna media umum facebook, dan semakin bertambah besar setiap harinya.

cepatdangampangnya membuatkan informasi dan diberinteraksi dengan sesama pengguna media umum membuat medsos menjadi lahan yang menjanjikan bagi para pelaku kejahatan, menyerupai penipuan, pemalsuan, penayangan konten pornografi, dan sebagainya.

Dan akhir-akhir ini, para pengguna medsos mulai saring menyerang, saling mengejek, hingga membuat banyak pengaduan dan pelaporan atas masalah pencemaran nama baik melalui media sosial.

Karena banyaknya laporan masalah pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media-media sosial, membuat banyak yang bertanya-tanya perbuatan-perbuatan yang bagaimanakah yang termasuk pencemaran nama baik?

Serta, bila seandainya pelapor pencemaran nama baik itu dapatkah dituntut balik bila laporannya tidak terbukti? Artinya dengan melaporkan pencemaran nama baik, dan ternyata laporan itu tidak terbukti berarti sudah melaksanakan pencemaran nama baik juga terhadap terlapor.

Karena itu, ada baiknya kita menambah pengetahuan kita wacana hukum, khususnya terkena masalah pidana pencemaran nama baik, yang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan penghinaan. 

Serta hubungannya dengan pencemaran nama baik melalui media umum dengan UU ITE, yakni UU ITE Nomor 19 tahun 2016.

R Soesilo dalam buku serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal pada hal 225 dalam buku yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dalam klarifikasi Pasal 310 KUHP,  menerangkan bahwa, “menghina” ialah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”.  

Yang diserang ini biasanya merasa “malu”, “kehormatan” yang diserang di sini spesialuntuk terkena kehormatan wacana “nama baik”.

Bukan “kehormatan” dalam lingkup seksualitas, atau kehormatan yang sanggup dicemarkan alasannya tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi.

Prinsipnya, pencemaran nama baik ini diatur dalam KUHP, Bab XVI wacana Penghinaan. Yang termuat dalam Pasal 310 hingga dengan pasal 321 KUHP. 

Dari klarifikasi R. Soesilo dalam Pasal 310 kitab undang-undang hukum pidana tersebut, sanggup dilihat bahwa kitab undang-undang hukum pidana membagi 6 macam penghinaan, yakni:

1. Penistaan dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP

Menurut R. Soesilo, biar sanggup dieksekusi berdasarkan pasal ini, maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang sudah melaksanakan perbuatan tertentu” dengan maksud biar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). 

Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu harus suatu perbuatan pidana menyerupai mencuri, menipu, dan sebagainya, namun perbuatan biasa saja sudah cukup, akan tetapi sudah tentu ialah suatu perbuatan yang memalukan.

2. Penistaan dengan surat dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP

Menurut R. Soesilo, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan goresan pena atau surat, atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”. 

Kaprikornus seseorang sanggup dituntut berdasarkan pasal ini bila tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar. 

misalnya: Kasus Fadli Zon melaporkan Ananda Sukarlan atas foto dan goresan pena yang diunggah Ananda Sukarlan bahwa Fadli Zon dan Prabowo sedang bersantap dengan penggawa MCA (MCA berdasarkan versi polisi).

3. Fitnah dalam Pasal 311 KUHP

Menurut R. Soesilo perbuatan dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) kitab undang-undang hukum pidana tidak masuk menista atau menista dengan goresan pena (tidak sanggup dihukum), apabila tuduhan itu dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri. 

Dalam hal ini hakim barulah akan mengadakan investigasi apakah betul-betul penghinaan itu sudah dilakukan oleh terdakwa alasannya terdorong membela kepentingan umum atau membela diri, jikalau terdakwa meminta untuk diperiksa (Pasal 312 KUHP).

Apabila soal pembelaan itu tidak sanggup dianggap oleh hakim, sedangkan dalam investigasi itu ternyata, bahwa apa yang dituduhkan oleh terdakwa itu tidak benar, maka terdakwa tidak disalahkan menista lagi, akan tetapi dikenakan Pasal 311 kitab undang-undang hukum pidana yakni memfitnah.

Jadi, yang dimaksud dengan memfitnah dalam pasal ini ialah kejahatan menista atau menista dengan goresan pena dalam hal dikala ia diizinkan untuk menunjukan bahwa tuduhannya itu untuk membela kepentingan umum atau membela diri, ia tidak sanggup membuktikannya dan tuduhannya itu tidak benar.

4. Penghinaan enteng dalam Pasal 315 KUHP

Penghinaan menyerupai ini dilakukan di kawasan umum yang berupa kata-kata makian yang sifatnya menghina. 

R Soesilo, menyampaikan bahwa bila penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain “menuduh suatu perbuatan”, contohnya dengan menyampaikan "anjing", "babi" "sundel", "bajingan" dan lain sebagainya, masuk dalam Pasal 315 kitab undang-undang hukum pidana yang dinamakan "Penghinaan enteng".

Masih berdasarkan R. Soesilo, penghinaan yang dilakukan dengan perbuatan, menyerupai meludahi muka, memegang kepala orang Indonesia, mendorong, melepas peci atau ikat kepala orang Indonesia, juga ialah penghinaan enteng. 

Demikian pula suatu sodokan, dorongan, tempelengan, dorongan yang sebetulnya ialah penganiayaan, akan tetapi bila dilakukan tidak seberapa keras, sanggup pula ialah penghinaan.

5. Pengaduan tiruan atau pengaduan fitnah dalam Pasal 317 KUHP

Dalam buku yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan penjelasannya pada hal 337 dari R. Sugandhi, S.H. menguraikan pasal tersebut, yakni yang diancam sanksi dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja:
  • Memasukkan surat pengaduan yang tiruan wacana seseorang kepada pembesar negeri;
  • Menyuruh menuliskan surat pengaduan yang tiruan wacana seseorang kepada pembesar negeri
Sehingga kehormatan atau nama baik orang tersebut terserang.

6. Perbuatan fitnah dalam Pasal 318 KUHP

Masih berdasarkan R. Sugandhi, S.H., terkait Pasal 318 KUHP, yakni yang diancam sanksi dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja melaksanakan suatu perbuatan yang menyebabkan orang lain secara tidak benar terlibat dalam suatu tindak pidana, misalnya: 

"dengan belakang layar menaruhkan sesuatu barang asal dari kejahatan di dalam rumah orang lain, dengan maksud biar orang itu dituduh melaksanakan kejahatan

Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE No 19 Th. 2016

Dalam klarifikasi umum UU ITE No 19 tahun 2016 (Undang undang Informasi dan Transaksi Elektronik) menyatakan bahwa:

"kemerdekaan menyatakan pikiran dan kebebasan beropini serta hak memperoleh informasi melalui penerapan dan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mempersembahkan rasa aman, keadilan, dan kepastian aturan bagi pengguna dan Penyelenggara Sistem Elektronik."

Rasa kondusif disini bagi penggunan teknologi dan informasi sanggup berupa pertolongan aturan dari segala gangguan tindak pidana, baik secara verbal, visual maupun yang menyebabkan terjadi kontak fisik. 

Akan tetapi, akan luasnya wilayah privat pengguna jejaring media umum dengan standar pencegahan yang sangat minim mempersembahkan fakta bahwa tidaklah simpel untuk menghalau dan mencegah terjadinya banyak sekali tindak pidana di media sosial.

UU ITE No 19 tahun 2016 sudah melaksanakan perubahan terutama pada pasal 45 dengan padanya penambahan pasal 45 A dan pasal 45 B yang ialah penambahan 8 pasal ketentuan pidana didalam UU ITE tahun 2008 yang ketiruananya berfungsi untuk menjerat para pelaku tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan Teknologi Informasi (Cyber Crime). 

Salah satu diantaranya ialah Pasal 45 ayat (3) UU ITE No 19 tahun 2016 yang berbunyi:

"Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat sanggup diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang mempunyai muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling usang 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)".

Perubahan elemen dasar ketentuan Pasal 45 ayat (1) UU ITE Nomor 11 tahun 2008 menjadi Pasal 45 ayat (3) UU ITE Nomor 19 tahun 2016 yakni terkait penghinaan/ pencemaran nama baik ialah terkena lamanya pemidanaan.

Yang sebelumnya pada pasal 45 ayat (1) UU ITE Nomor 11 tahun 2008 berupa pidana penjara paling usang 6 (enam) tahun berkurang menjadi 4 (empat) tahun, dan denda yang tiruanla 1 miliar menjadi 750 juta. 

Dampak dari berkurangnya pidana penjara dalam UU ITE nomor 19 tahun 2016 tersebut ialah tersangka/ terdakwa tidak sanggup ditahan oleh penyidik, penuntut umum maupun oleh hakim. Karena seorang tersangka/ terdakwa sanggup ditahan bila ancaman pidana terhadap tindak kejahatan yang dilakukannya lebih dari 5 (lima) tahun.

Selain wacana ketentuan Pasal 45 ayat (1) UU ITE Nomor 11 tahun 2008, terdapat pula perubahan dalam klarifikasi ketentuan Pasal 27 UU ITE Nomor 11 tahun 2008 yang sebelumnya tertulis “jelas” kemudian di dalam klarifikasi Pasal 27 UU ITE tahun 2016 menjadi:

Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/ atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)” 

melaluiataubersamaini demikian, hal ini semakin memperjelas:
  1. Makna pencemaran nama baik dan/ atau fitnah sebagaimana diatur dalam KUHP
  2. Merubah sifat delik.

Penghinaan dalam kitab undang-undang hukum pidana (Kitab Undang undang Hukum Pidana) diatur dalam Bab XVI yang di dalamnya terdapat rumpun pencemaran nama baik. 

Dalam UU ITE Nomor 11 tahun 2008, penghinaan atau pencemaran nama baik ialah delik biasa sehingga sanggup diproses secara hukum, sekalipun tidak adanya pengaduan (laporan) dari korban.

Namun sebagaimana klarifikasi pasal 27 UU ITE Nomor 19 tahun 2016 yang mengacu pada kitab undang-undang hukum pidana maka delik tersebut berkembang menjadi delik aduan (klacht delic), yang mengharuskan korban membuat pengaduan (laporan) kepada pihak yang berwajib. 

Muatan norma klarifikasi Pasal 27 UU ITE Nomor 19 tahun 2016 ini secara tidak eksklusif mengadopsi pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/ PUU-VI/ 2008 Jo Putusan MK Nomor 2/ PUU-VII/ 2009.

Yakni disebutkan bahwa keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak sanggup dipisahkan dari norma aturan pokok dalam Pasal 310 dan pasal 311 kitab undang-undang hukum pidana sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk sanggup dituntut, harus juga diperlakukan terhadap perbuatan yang dihentikan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, sehingga Pasal a quo juga harus ditafsirkan sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan (klacht) untuk sanggup dituntut di depan Pengadilan.

Kalimat Kutipan Bukan Merupakan Pencemaran Nama Baik

Hal ini sanggup dilihat dari putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 955 K/Pid.Sus/2015 yang menolak ajakan kasasi penuntut umum, terhadap masalah tindak pidana yang dilakukan oleh anggota DPRD yang mengunggah status di facebooknya, bahwa sudah terjadi penyimpangan dana...dikota...sesuai laporan hasil investigasi BPK.

Yang dalam pertimbangan aturan majelis hakim tingkat kasasi bahwa "kata-kata yang diucapkan terdakwa tersebut bukan ialah kata-kata karangan terdakwa sendiri, melainkan kutipan dari statement Resume Lembaga Negara (BPK) sesuai hasil laporan hasil investigasi BPK, kata-kata tersebut tidak ditujukan kepada pihak tertentu, serta tidak dengan makna menyiarkan kabar bohong/ fitnah."

Sehingga berlaku putusan pengadilan tingkat pertama yang membebaskan terdakwa dari tiruana dakwaan.

Hal ini sanggup dianggap sebagai legalisasi terhadap kebebasan pengguna media sosial, sepanjang apa yang ditulis dan diunggahnya berdasarkan sumber yang sanggup dipertanggungjawabankan berdasarkan aturan namun tidak ditujukan terhadap pihak tertentu. 

Akan tetapi, masalah ini akan mempunyai sudut pandang yang tidak sama, bila saja terdakwa sebut nama/ pejabat tertentu yang belum diproses aturan oleh pegawanegeri penegak hukum/ penyidik. 

Pencemaran Nama Baik bukan Kritik Sosial

Hal ini mengacu pada putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 364 K/ Pid.Sus/ 2015 yang menolak ajakan kasasi terdakwa. Yang mana terdakwa sudah ditetapkan bersalah melaksanakan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik melalui informasi teknologi melalui akun facebooknya, terdakwa mengunggah status difacebook dan membagikan informasi tersebut digrup grup facebook, sehingga penyebaran informasinya semakin cepat dan meluas oleh majelis hakim tingkat pertama. 

Majelis hakim tingkat kasasi menyatakan dalam pertimbangan hukumnya bahwa perbuatan terdakwa yang membuat goresan pena di situs jejaring sosial facebook tidak sanggup lagi dinilai sebagai bentuk kontrol sosial atau Koreksi membangun terhadap lingkungan maupun pegawanegeri penyelenggara pemerintahan. 

Sebab goresan pena terdakwa sudah mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap saksi pelapor. 

Dari masalah ini, melalui pertimbangan majelis hakim tingkat kasasi ini, memastikan wacana batasan-batasan kebebasan pengguna media umum oleh seseorang terhadap hak-hak objek yang menjadi isi muatannya sehingga perlu dipilah muatannya maupun niat jahat/ mens rea.

Namun demikian, ada juga putusan pengadilan yang membenarkan Koreksi sosial untuk kepentingan umum, namun dengan kriteria-kriteria sebagai diberikut: 
  1. Kapasitas terdakwa berkaitan dengan objek yang disebutkan dalam unggahannya
  2. Terdakwa dan korban tidak saling mengenal sehingga tidak terdapat konflik pribadi
  3. Perbuatan terdakwa dilakukan semata-mata ialah sebagai bentuk protes. 

Selanjutnya dari kriteria-kriteria tersebut, maka terdakwa dibebaskan dari dakwaan UU ITE, namun hal tersebut belum sanggup dipedomani alasannya putusan dimaksud belum berkekuatan aturan tetap.

Pencemaran nama baik melalui media-media sosial, menyerupai facebook, twitter dan sebagainya itu mestinya tidak terjadi, bila saja para pengguna media umum lebih bijak dalam mengunggah status, sehingga sanggup mempersembahkan rasa kondusif bagi tiruana pihak. 

Pencemaran nama baik melalui medsos mempunyai abjad yang simpel dilakukan, simpel tersebar dan simpel diketahui khalayak ramai, serta sanggup dilakukan oleh tiruana pengguna, yang mempunyai imbas eksklusif berupa terbentuknya opini publik dan lain sebagainya. 

Terhadap pertanyaan yang sering menjadi pertanyaan yakni terkena apakah seseorang sanggup dituntut balik, bila laporan pencemaran nama baiknya terhadap seseorang tidak terbukti? 

Dari klarifikasi terkena pencemaran nama baik dalam kitab undang-undang hukum pidana dan UU ITE Nomor 19 tahun 2016 tersebut diatas, maka sanggup diasumsikan orang yang melaporkan seseorang dengan tuduhan pencemaran nama baik, dan setelah diperiksa ternyata tidak terbukti, untuk itu atas laporan tersebut ia merasa nama baiknya tercemarkan atau terhina, maka ia sanggup menuntut balik orang yang melaporkan pencemaran nama baik tersebut, bila orang tersebut mengetahui dengan niscaya bahwa apa yang ia adukan itu tidak benar.

Posting Komentar untuk "Pencemaran Nama Baik Dalam Kuhp Dan Uu Ite Nomor 19 Tahun 2016"