Pungutan Zakat Untuk Asn Muslim? Efektifkah?
Kampung Pelajar - Rencana pemerintah melalui Kementerian Agama untuk mengambil zakat 2,5 Persen penghasilan ASN muslim sungguh menimbulkan polemik yang tak terbendung. Tiada angin dan tiada hujan, penghasilan ASN yang sangat jauh lebih kecil dibandingkan penghasilan anggota dewan perwakilan rakyat dan pejabat negara akan kembali menerima potongan berencana. Walaupun zakat yaitu kewajiban bagi setiap muslim yang penghasilannya mencapai nisab, planning ini berpotensi menimbulkan perkara baru.
Tidakkah kita menyadari bahwa kondisi ASN atau PNS maupun masyarakat pada umumnya sekarang berada pada situasi yang belum ideal dari segi keuangan. Malah masih banyak yang jauh dari kehidupan layak. Terbukti, daya beli masyarakat yang rendah dan lesu.
Saya tidak perlu sebut ketidakefektifan BPJS kali ini, insya lain di lain peluang akan saya kupas tuntas setajam silet.
Lanjut.
Belum lagi tagihan listrik, yang juga mengalami kenaikan, BBM yang tidak lagi bersubsidi, dan harga barang-barang kebutuhan pokok yang semakin mahal.
melaluiataubersamaini penghasilan 3 sampai 5 jutaan, bagi ASN yang membeli rumah (umumnya dengan sistem kredit), juga harus menyisihkan sebanyak 1 sampai 2 jutaan rupiah dalam kurun waktu 10 atau 15 tahun sebagai tagihan bulanan.
Bagaimana dengan mereka yang mempunyai dua atau tiga anak sedang kuliah di akademi tinggi? Silahkan hitung sendiri!
Untungnya, masyarakat Indonesia ber-Tuhan. Mereka tidak pernah mengeluh dan berputus asa atas nikmat-Nya. Hanya saja, mungkin sebagian pemimpin mereka kurang peka, entah itu disengaja atau tidak.
Untuk versi pertama ini, saya pikir, tidak tiruana ASN sanggup mencapai nisab dalam hitungan per bulan. Solusinya yaitu zakat sanggup dibayarkan per tahun.
Versi kedua untuk perhitungan nisab yaitu mengikut ke nisab zakat emas. Satu nisab setara dengan 20 mitsqal yang konversinya 85 gram emas.
Untuk versi ke-2 ini, penghasilan ASN tampaknya susah mencapai nisab. Coba kita hitung dalam kurun waktu setahun. melaluiataubersamaini perkiraan penghasilan 4 juta rupiah/bulan, maka penghasilan ASN setahun yaitu Rp. 60 juta rupiah. Artinya, mereka wajib mengeluarkan zakat.
Pertanyaannya kemudian, haruskah masyarakat mengikut pemerintah untuk urusan agama yang agak privat menyerupai ini?
Jika harus, mengapa pemerintah tidak konsisten, setengah-tengah dalam menerapkan hukum agama untuk masyarakat muslim.
Terapkan saja syariat Islam secara kaffah khusus untuk para pemeluk-pemeluknya, layaknya, isi sila 1 Pancasila dalam piagam Jakarta.
Jadi, penerapan pungutan zakat yang wajib bagi yang memenuhi nisab itu seyogayanya nanti mesti diikuti dengan pemberlakuan kewajiban-kewajiban lain di bawah Kepres atau Perpu, menyerupai menutup aurat, khususnya kepada perempuan muslim; kewajiban shalat 5 waktu, dsb.
Jika tidaaaaak, tidakboleh-tidakboleh spesialuntuk ada lobster di balik batu.
Yang menjadi perkara yaitu untuk apa penerapan zakat itu? Bagaimana meyakinkan masyarakat termasuk ASN bahwa dana zakat itu akan benar-benar dialokasikan sebagaimana mestinya, demi kemakmuran rakyat.
Dana haji saja, yang ialah dana umat Islam, malah digunakan untuk pembangunan infrastruktur secara sepihak oleh pemerintah. Meskipun tidak apa-apa andai disertai izin terlebih lampau, tetapi kebijakan itu tidak pernah diumumkan secara jelas benderang kepada umat Islam.
Lagipula, kalau pemerintah menginginkan menyerupai itu, sebaiknya, pada registrasi haji, disiapkan form khusus, apakah calon jemaah bersedia atau tidak uangnya digunakan pemerintah untuk tujuan lain. Bagi yang bersedia, silahkan uangnya dipakai, tetapi kalau tidak, pemerintah tidak semestinya berlaku semena-mena dong. Kasihan, tidak ada keberkahan di dalamnya.
Lagi pula, masyarakat sekarang agak enggan untuk terus menerus mengiyakan pungutan demi pungutan yang diberlakukan pemerintah (semoga bukan pemalakan halus yang bersistem). Untuk hal bederma misalnya, masyarakat lebih menentukan mewujudkannya dalam bentuk nyata, pribadi terlihat oleh mata, dan sempurna samasukan.
Takutnya, zakat mereka justru dicuri para koruptor dengan banyak sekali modus operandi yang profesional. Cukup sudah. Masyarakat semakin tertekan tidak berdaya. Berbeda situasinya, andaikan perkara korupsi sudah tuntas di negeri ini, masyarakat tentu sangat legowo mengamanahkan uangnya ke pemerintah, bahkan tanpa diminta.
Sungguh tidak efektif, kalau untuk membayar utang negara, pemalakan halus untuk rakyat dalam banyak sekali bentuk terus-menerus dilakukan. Negara kita negara kaya bukan? Mengapa pemerintah tidak menggalakkan dan meterbaikkan sumber-sumber ekonomi baru. Sampai kapan kita menjadi negara merdeka yang belum juga mandiri. Sampai kapan kita menjadi miskin di tengah-tengah ladang emas.
Ataukah ini mengambarkan bahwa negeri ini butuh pemimpin gres di 2019?
Tidakkah kita menyadari bahwa kondisi ASN atau PNS maupun masyarakat pada umumnya sekarang berada pada situasi yang belum ideal dari segi keuangan. Malah masih banyak yang jauh dari kehidupan layak. Terbukti, daya beli masyarakat yang rendah dan lesu.
Apa Penyebabnya?
Mari kita hitung-hitungan. Gaji ASN atau PNS yang tidak memperoleh penambahan berarti, penghasilan masyarakat yang tidak seberapa, setiap bulan harus terpotong untuk bayar sejumlah tagihan. Salah satunya yaitu tagihan BPJS, yang sesungguhnya tidak menerima restu rakyat secara menyeluruh. Hanya saja, mereka tidak berdaya.Saya tidak perlu sebut ketidakefektifan BPJS kali ini, insya lain di lain peluang akan saya kupas tuntas setajam silet.
Lanjut.
Belum lagi tagihan listrik, yang juga mengalami kenaikan, BBM yang tidak lagi bersubsidi, dan harga barang-barang kebutuhan pokok yang semakin mahal.
melaluiataubersamaini penghasilan 3 sampai 5 jutaan, bagi ASN yang membeli rumah (umumnya dengan sistem kredit), juga harus menyisihkan sebanyak 1 sampai 2 jutaan rupiah dalam kurun waktu 10 atau 15 tahun sebagai tagihan bulanan.
Bagaimana dengan mereka yang mempunyai dua atau tiga anak sedang kuliah di akademi tinggi? Silahkan hitung sendiri!
Ini yang Mereka Lakukan
Entah pemangku kebijakan benar-benar tahu kondisi ASN Indonesia sebenarnya. melaluiataubersamaini penghasilan membersihkan yang tidak seberapa itu alasannya yaitu sudah terpotong sejumlah tagihan bulanan, ASN dipaksa untuk memutar otak bagaimana mencukupi kebutuhan pokok terutama sandang dan pangan untuk keluarga mereka.Untungnya, masyarakat Indonesia ber-Tuhan. Mereka tidak pernah mengeluh dan berputus asa atas nikmat-Nya. Hanya saja, mungkin sebagian pemimpin mereka kurang peka, entah itu disengaja atau tidak.
Kembali ke Pembahasan Zakat
Berbicara tentang zakat penghasilan, tentu kita wajib mempunyai pengetahuan tentang nisab terlebih lampau. Menurut http://www.rumahfiqih.com/ , perhitungan nisab ada beberapa versi. Jika mengikut ke nisab zakat pertanian, maka, satu nisab yaitu sebanyak 520 kg beras atau 653 kg gabah.semisalnya kita pakai angka Rp. 5 ribu beras/kg, maka nishabnya menjadi 2,6 juta.Mengikut harga beras ketika ini menurut rekapan dari infopangan.jakarta.go.id/ tertanggal 8 Februari 2018, yakni di kimasukan Rp. 13.000/kg, maka nisab ketika ini yaitu Rp 6.760.000,-.
kalau Rp. 10 ribu beras/kg, maka nishabnya menjadi 5,2 juta.
dan kalau Rp. 15 ribu beras/kg, maka nishabnya menjadi 7,8 juta
Untuk versi pertama ini, saya pikir, tidak tiruana ASN sanggup mencapai nisab dalam hitungan per bulan. Solusinya yaitu zakat sanggup dibayarkan per tahun.
Versi kedua untuk perhitungan nisab yaitu mengikut ke nisab zakat emas. Satu nisab setara dengan 20 mitsqal yang konversinya 85 gram emas.
semisalnya harga emas 500 ribu per gram, maka nishabnya menjadi Rp. 42,5 jutaMengikut harga emas hari ini menurut info dari situs harga-emas.org/ tertanggal 8 Februari 2018, yaitu di kimasukan IDR. 573.248/gr, maka nisab ketika ini yaitu Rp. 48.726.080,-.
Untuk versi ke-2 ini, penghasilan ASN tampaknya susah mencapai nisab. Coba kita hitung dalam kurun waktu setahun. melaluiataubersamaini perkiraan penghasilan 4 juta rupiah/bulan, maka penghasilan ASN setahun yaitu Rp. 60 juta rupiah. Artinya, mereka wajib mengeluarkan zakat.
Apa Polemiknya?
Sebelum tetapkan pungutan zakat 2,5 persen kepada ASN, pemerintah wajib tetapkan perhitungan nisab yang disahkan bersama.Pertanyaannya kemudian, haruskah masyarakat mengikut pemerintah untuk urusan agama yang agak privat menyerupai ini?
Jika harus, mengapa pemerintah tidak konsisten, setengah-tengah dalam menerapkan hukum agama untuk masyarakat muslim.
Terapkan saja syariat Islam secara kaffah khusus untuk para pemeluk-pemeluknya, layaknya, isi sila 1 Pancasila dalam piagam Jakarta.
Jadi, penerapan pungutan zakat yang wajib bagi yang memenuhi nisab itu seyogayanya nanti mesti diikuti dengan pemberlakuan kewajiban-kewajiban lain di bawah Kepres atau Perpu, menyerupai menutup aurat, khususnya kepada perempuan muslim; kewajiban shalat 5 waktu, dsb.
Jika tidaaaaak, tidakboleh-tidakboleh spesialuntuk ada lobster di balik batu.
Takutnya Begini
Menurut Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, zakat 2,5 persen yang dipungut dari ASN yaitu bentuk upaya pemerintah mengoptimalkan dana zakat.Yang menjadi perkara yaitu untuk apa penerapan zakat itu? Bagaimana meyakinkan masyarakat termasuk ASN bahwa dana zakat itu akan benar-benar dialokasikan sebagaimana mestinya, demi kemakmuran rakyat.
Dana haji saja, yang ialah dana umat Islam, malah digunakan untuk pembangunan infrastruktur secara sepihak oleh pemerintah. Meskipun tidak apa-apa andai disertai izin terlebih lampau, tetapi kebijakan itu tidak pernah diumumkan secara jelas benderang kepada umat Islam.
Lagipula, kalau pemerintah menginginkan menyerupai itu, sebaiknya, pada registrasi haji, disiapkan form khusus, apakah calon jemaah bersedia atau tidak uangnya digunakan pemerintah untuk tujuan lain. Bagi yang bersedia, silahkan uangnya dipakai, tetapi kalau tidak, pemerintah tidak semestinya berlaku semena-mena dong. Kasihan, tidak ada keberkahan di dalamnya.
Lagi pula, masyarakat sekarang agak enggan untuk terus menerus mengiyakan pungutan demi pungutan yang diberlakukan pemerintah (semoga bukan pemalakan halus yang bersistem). Untuk hal bederma misalnya, masyarakat lebih menentukan mewujudkannya dalam bentuk nyata, pribadi terlihat oleh mata, dan sempurna samasukan.
Takutnya, zakat mereka justru dicuri para koruptor dengan banyak sekali modus operandi yang profesional. Cukup sudah. Masyarakat semakin tertekan tidak berdaya. Berbeda situasinya, andaikan perkara korupsi sudah tuntas di negeri ini, masyarakat tentu sangat legowo mengamanahkan uangnya ke pemerintah, bahkan tanpa diminta.
Harapan Masyarakat Vs PR Pemerintah
melaluiataubersamaini semakin membukitnya utang negara, pemerintah sekarang mempunyai PR besar. Bagaimana membayar utang tersebut dengan cepat dan diwaktu bersamaan masyarakat lebih sejahtera?Sungguh tidak efektif, kalau untuk membayar utang negara, pemalakan halus untuk rakyat dalam banyak sekali bentuk terus-menerus dilakukan. Negara kita negara kaya bukan? Mengapa pemerintah tidak menggalakkan dan meterbaikkan sumber-sumber ekonomi baru. Sampai kapan kita menjadi negara merdeka yang belum juga mandiri. Sampai kapan kita menjadi miskin di tengah-tengah ladang emas.
Ataukah ini mengambarkan bahwa negeri ini butuh pemimpin gres di 2019?
Posting Komentar untuk "Pungutan Zakat Untuk Asn Muslim? Efektifkah?"